Laman

Wajahpun Bisa Stress, Apa Solusinya?

Stress bisa melanda siapa saja, tidak peduli gender, usia, dan bentuk aktivitas. Namun pada umumnya  wanita memiliki respon yang berbeda karena cenderung lebih reaktif. Salah satu bagian sensitif yang diserang akibat stress adalah wajah. Apa tanda-tandanya? Dan, bagaimana cara mengatasinya? Baca uraian dibawah.

1.       Gunakan Spot Solver
Wajah bisa stress apabila terlalu banyak make-up yang menumpuk. Terkadang kita sering malas untuk membersihkan wajah usai beraktivitas seharian, hal ini tidak baik untuk kesehatan wajah. Oleh karena itu, biasakan untuk membersihkan wajah dengan make-up removal atau spot solver untuk menjaga kulit wajah Anda.

 2.       Kerutan di wajah
Adanya kerutan-kerutan di wajah juga menandakan kalau kulit kita stress. Penyebab timbulnya kerutan dapat disebabkan karena terlalu stress, yang dalam jangka panjang keadaan ini dapat mempercepat tanda-tanda penuaan, salah satunya keriput.  “Saat seseorang berada dalam kondisi tertekan, tubuh akan memproduksi kortisol, hormon yang menyerang kolagen yang memiliki fungsi vital dalam menjaga kekencangan kulit,” kata Dr.Fried.
Solusi mudah untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan istirahat yang cukup, seperti tidur. “Ketika seseorang tidur, tubuh akan menghasilkan melatonin, hormon yang menekan produksi kortisol,” Dr.Fried menambahkan.
Selain itu dengan menggunakan produk atau krim pencegah keriput yang mengandung SPF juga bisa dilakukan.

3.       Wajah kemerahan
Dikejar-kejar deadline yang pada akhirnya berujung stress kerap sekali dialami semua orang tidak hanya wanita. Namun bedanya, wanita memiliki respon yang berbeda akan hal tersebut. “Bahkan sedikit stress saja dapat menyebabkan pembuluh darah di wajah membuka dan menyebabkan wajah menjadi kemerahan,” ungkap Richard Fried, MD, dermatologist asal Yardley, Pennsylvania. Daripada panik yang akan memicu response seperti yang diungkapkan Richard Fried, alangkah lebih baik mencegah efek stress kecil tersebut dengan menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan sistem saraf. Melakukan latihan yoga dan meditasi secara rutin juga baik agar tidak mudah stress dan lebih tenang.

4.       Kulit mengendor dan berminyak
“Saat Anda dalam kondisi stress, otak akan mengirimkan pesan ke kelenjar adrenal, yang akan menghasilkan hormone yang meningkatkan produksi minyak  di kulit,” kata Jeanette Graf, MD,  dermatologist asal Hreat Neck, New York. “Minyak yang berlebih ini nantinya akan berinteraksi dengan bakteri di kulit, yang akan menyebabkan jerawat.”
Carilah produk yang menyerap atau mengurangi minyak berlebih. Tidak hanya stress yang menyebabkan kondisi wajah berubah, namun juga pola makan. Apa yang kita makan juga akan menimbulkan bekas di wajah, terutama bagi mereka yang memiliki tipe kulit sensitif. “Memakan makanan dengan kadar lemak atau gula tinggi akan menyebabkan reaksi peradangan menjadi lebih buruk” Ungkap Dr.Graf.
 Langkah cerdas ketika Anda dihadapkan pada kondisi yang tertekan atau stress adalah dengan pergi gym, atau berolahraga ringan. “Hormon endorphin yang dihasilkan saat Anda berolahraga atau melalukan latihan akan menurunkan produksi hormone yang menyebabkan stress dalam tubuh,” Dr.Graf menjelaskan.


Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67
ReadmoreWajahpun Bisa Stress, Apa Solusinya?

Masker Wajah Untuk Kecantikan Alami

Banyak sekali buah-buahan yang dapat digunakan untuk membuat masker alami ini, diantaranya seperti, avokad, stroberi, almond, lemon, dan anggur.

Pada umumnya aneka buah-buahan alami aman digunakan pada kulit apabila dalam dosis yang tepat. Namun pada kukit sensitif, kadang masih bereaksi pada bahan alami tersebut, seperti gatal atau iritasi ringan. Untuk mencobanya pada kulit, oleskan sedikit bahan masker tersebutdi punggung tangan atu wajah selama beberapa saat. Bila kulit tidak merasakan gatal atau yang lainnya, Itu berarti kulit kulit Anda aman dengan kandungan bahan masker tersebut.

Berikut kami berikan beberapa tips membuat masker sendiri dari bahan-bahan yang bisa Anda dapatkan di sekitar Anda. Selamat Mencoba…

STROBERI
Khasiat :
Buah berwarna cerah ini banyak mengandung asam salisiat (salah satu jenis asam beta- hidroksi yang membantu mengencangan kulit), silika, serta vitamin B, C, E dan K. Dengan kemampuannya menyehatkan dan meremajakan kulit. Masker ini cocok digunakan untuk hampir semua jenis kulit. Dapat digunakan 2x dalam seminggu.

Cara Membuatnya & Menggunakannya :
- Hancurkan beberapa buah stroberi yang telah dipisahkan dari tangkai dan daunnya
- Usapkan 2 sendok makan hancuran stroberi tadi pada wajah dan biarkan selama 15 menit
- Setelah itu, bilas dengan air steril atau air hangat biasa Untuk mendapat efek toning yang lebih kuat, tambahkan sedikit putih telur, kocok, satu sendok makan air mawar dan beberapa tetes minyak esensial yang aman dengan kulit wajah.


AVOKAD ( ALPUKAT )
Khasiat :
Avokad kaya akan asam amino dan vitamin, sehingga cocok digunakan sebagai masker pencegah penuaan dini pada kulit wajah.

Cara Membuat & Menggunakannya :
Untuk Kulit Wajah Kering
- Tumbuk daging avokad matangdengan garpu
- Oleskan pada wajah, biarkan selama 30 menit
- Bilas dengan air hangat atau air mawar mengunakan kapas

Untuk Kulit normal
- Tambahkan putih telur yang dikocok sebentar
- Bagi kulit lembab, perlu ditambahkan pula madu ( organik bila ada ),
- kemudian aduk rata dengan hancurandaging avokad dan putih telur kocok .


ALMOND
Khasiat :
Dapat menghaluskan kulit kasar karena banyak mengandung mineral, vitamin A dan B, dan asam oleat. Almond dapat dibuat menjadi masker maupun lotion. Dapat digunakan 1x dalam seminggu.

Cara Membuat & Menggunakannya :
Hancurkan sekitar 50 gram almond kupas dengan mortar atau food processor Kocok 3 sendok makan susu full-fat sampai membentuk pasta halus ( tidak perlu terlalu lama ) Bila perlu, tambahkan 1 atau 2 tetes rose otto essensial oil Oleskan pada wajah dan biarkan samapi kering Kemudian bersihkan dengan kapasdan air hangat


TOMAT
Khasiat :
Mengandung protein, fosfor,besi, belerang, vitamin A, B1, dan C.

Cara Membuat & Menggunakannya :
Untuk menghaluskan wajah: Ambil tomat yang sudah matang, iris dan gosokkan pada wajah Atau, bisa juga buah tomat diperas, kemudian air perasannya dioleskan setiap hari ke wajah Untuk pelindung dari sengatan matahari Ambil daun tomat secukupnya. Lalu remas-remas dengan sedikit air Kemudian tempelkan pada wajah sebagai penyejuk wajah


ANGGUR
Khasiat :
Kaya akan trace mineral, kalsium, magnesiaum, potassum, vitamin B1, B2, b3, B5, B6, C dan senyawa-senyawa flavonoid. Hampir semua jenis anggur yang warnanya berbeda, dapat digunkan untuk lotion. Perlu diperhatikan jus anggur yang telah dibuat, harus disaring terlebih dahulu. Lotion anggur dapat digunkan setiap hari karena baik digunakan untuk hampir semua jenis kulit.

Cara Membuat & Menggunakannya :
Hancurkan beberapa anggur yang culup untuk menghasilkan 2 sendok makan jus. Saring jus tersebut Oleskan pada wajah dengan menggunakan kapas Setelah 20 menit, bilas dengan air mawar


LEMON
Khasiat :
Mengandung vitamin A, C, B1, B2, dan B3. Sangat baik untuk kulit berminyak, namun lotionnya juga bekerja efektif pada kulit normal. Dapat digunakan setipa hari.

Cara Membuat & Menggunakannya :
( untuk satu minggu pemakaian )
Tambahkan 1 sendok teh jus lemon pada putih telor kocok. Oleskan pada wajah dan biarkan 10 menit. Setelah itu bersihkan dengan air mawar atau air hangat

Cara Membuat Lotion Lemon :
Tambahkan satu sendok teh jus lemon pada 100 ml air mawar dan 50ml witchazel Usapkan pada wajah dengan kapas bersih


PISANG
Khasiat :
Mengandung serotinin, pektin, tanin, noradrenalin, 5 hidroksitritamin, dopamin dan berbagai vitamin, seperti vitamin A, B kompleks dan C . Digunakan sebagai pelembab wajah.

Cara Membuat & Menggunakannya :
Ambil pisang ambon yang sudah masak lalu hancurkan. Tambahkan minyak zaitun Gunakan dan ulangi secara teratur ramuan tersebut sebagai bedak



Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67
ReadmoreMasker Wajah Untuk Kecantikan Alami

Masalah Jerawatan Wanita Dewasa


Banyak wanita dewasa yang mengalami jerawat parah. Padahal, saat remaja, jerawat yang tumbuh tidak sebanyak seperti saat dewasa. Beberapa dokter kulit mengungkap, hal ini bisa jadi karena kadar stres yang tinggi, baik karena pekerjaan maupun kehidupan pribadi.

Saat stres, tubuh mengeluarkan hormon yang akan memicu produksi minyak berlebih dan menyumbat pori-pori. Akibatnya, jerawat akan tumbuh lebih mudah, dan lebih banyak dari biasanya.

Menurut penelitian para dermatolog dari Nantes University Hospital, Prancis, ada perbedaan antara jerawat yang dialami gadis remaja dan wanita dewasa. Area yang banyak ditumbuhi jerawat pada wanita dewasa, cenderung terjadi dia daerah T (dahi, hidung dan dagu). Lalu, wanita yang berusia pertengahan 20-an, jerawat cenderung tumbuh pada lapisan kulit yang lebih dalam.

Dibandingkan pria, wanita juga tiga kali lebih sering mengalami jerawat. Hal itu karena sifat kulit wanita lebih sensitif terhadap fluktuasi hormon.

"Perlu dievaluasi siapa yang lebih sering mengalami jerawat. Pasalnya, saat ini banyak wanita dewasa mengalami jerawat parah," kata dr Susannah Baron, dari Kent and Canterbury Hospital, Inggris, dikutip dari Telegraph.

Agar wajah bersih terawat tanpa jerawat memang diperlukan perawatan yang cukup intensif. Tentu saja kita tidak harus mengubah kebiasaan, hanya melakukan sedikit usaha ekstra untuk menghindari munculnya jerawat yakni dengan merawat kulit wajah yang teratur. Oriflame memberikan solusinya dengan rangkaian produk perawatan kulit wajah Oriflame Pure Skin yang menawarkan tiga langkah mudah perawatan wajah untuk kulit lebih bersih dan indah.

Oriflame Pure Skin mengandung bahan-bahan alami terpilih karena memberikan khasiat dan manfaat nyata pada kulit wajah, diantaranya campuran dari asam amino, vitamin dan beberapa bahan alami yang dapat membantu mengurangi kelebihan minyak di wajah serta white willow bark merupakan sumber alami asam salisilat untuk membantu mengurangi jerawat dengan cara membantu kadar minyak dan sebum pada kulit  dan anti-microbial yang juga menjadikan kulit wajah menjadi halus. Semua rangkaian produk Oriflame Pure Skin ini telah teruji secara dermatologis. “Kami peduli akan keresahan mengenai kekurangsempurnaan kulit wajah dan masalah jerawat yang dialami wanita, khususnya remaja di atas usia 15 tahun. Oleh karena itu kami menyediakan solusinya dengan rangkaian perawatan kulit wajah Oriflame Pure Skin. Hanya dengan tiga langkah mudah untuk mendapatkan kulit wajah yang sehat, bersih dan bebas dari jerawat sehingga mereka dapat tampil lebih percaya diri,” ungkap Selvi Novita Kosasih Marketing Manager Oriflame Indonesia.


Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67

Rangkaian produk Oriflame Pure Skin terdiri dari Pure Skin Mattifying Cream, krim pelembab untuk mengurangi kilap sekaligus membantu mengatasi jerawat, 50 ml (Rp 59.000), Pure Skin No Spot Gel merupakan gel bening yang ampuh untuk mengatasi jerawat serta menjadikan kulit terlihat sehat dan indah serta mudah digunakan (Rp 59.000), dan Pure Skin Rapid Action Cream yang membantu mengatasi berkembangnya jerawat secara cepat dan efektif jadikan kulit jadi lebih bersih dalam 3 hari
ReadmoreMasalah Jerawatan Wanita Dewasa

Masalah Rambut Saat Mengenakan Jilbab

Selain berfungsi menutupi aurat perempuan, jilbab atau kerudung juga bermanfaat melindungi rambut dan kulit kepala dari sinar matahari langsung. Pasti sudah banyak yang tahu kandungan UV dalam sinar matahari dapat merusak struktur fisik dan kimia rambut sehingga rambut menjadi kering, mudah rusak, dan patah.

Namun, perempuan berjilbab juga sering bermasalah dengan kulit kepala, terutama bagi mereka yang memiliki kulit sensitif. Permasalahan yang paling sering timbul pada rambut perempuan berjilbab di antaranya adalah:

Berminyak. Karena tertutup jilbab, rambut tidak terkena udara bebas. Hal itu membuat minyak dan keringat pada rambut cenderung menumpuk. Akibatnya rambut mudah lepek.

Berketombe. Kondisi rambut yang lembab dapat menyebabkan timbulnya ketombe, baik ketombe kering maupun basah. Akibatnya kulit kepala gatal-gatal.

Rontok. Seperti yang diulas sebelumnya, rambut tertutup cenderung lembab dan rambut lembab cenderung berketombe. Ketombe lama-lama bisa jadi penyebab kerontokan rambut.

Agar rambut di balik jilbab tetap sehat dan indah, diperlukan perawatan ekstra.


Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67
ReadmoreMasalah Rambut Saat Mengenakan Jilbab

Kecantikan Dengan Jilbab


Populasi besar Indonesia adalah negara Muslim. Sekitar 85% penduduk menganut Islam. Masyarakat kita mengenal kata 'jilbab' (dalam bahasa Indonesia) maka yang dimaksud adalah penutup kepala dan leher bagi wanita muslimah yang dipakai secara khusus dan dalam bentuk yang khusus pula. Lalu bagaimanakah kata 'jilbab' muncul dan digunakan dalam masyarakat arab khususnya pada masa turunnya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW dalam surat Al-Ahzaab ayat 56(?). Apa yang dimaksudkan Al-Qur'an dengan kata 'jalabiib' bentuk jamak (plural) dari kata jilbab pada saat ayat kata itu digunakan dalam Al Quran pertama kali(?) Sudah samakah arti dan hukum memakai jilbab dalam Al-Quran dan jilbab yang dikenal masyarakat Indonesia sekarang(?). Selain kata jalabiib (jamak dari 'jilbab'), Al-Qur'an juga memakai kata-kata lain yang maknanya hampir sama dengan kata 'jilbab' dalam bahasa Indonesia, seperti kata khumur (penutup kepala) dan hijab (penutup secara umum), lalu bagaimana kata-kata serupa dalam ayat-ayat Al Quran tersebut diterjemahkan dan dipahami dalam bahasa syara' (agama) oleh para shahabat Nabi dan ulama' selanjutnya. Oleh karena itu kita tidak akan tahu pandangan syara' terhadap hukum suatu permasalahan kecuali setelah tahu maksud dan bentuk kongkrit serta jelas dari permasalahan itu, maka untuk mengetahui hukum memakai jilbab terlebih dahulu harus memahami yang di maksud dengan jilbab itu sendiri secara benar dan sesuai yang dikehendaki Al-Qur'an ketika diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan bangsa arab saat itu. Salah satu dimensi i'jaz (kemukjizatan) Al-Qur'an adalah kata-kata yang dipakai Al-Qur'an sering menggunakan arti kiyasan atau dalam sastra arab disebut majaz (penggunaan satu kata untuk arti lain yang bukan aslinya karena keduanya saling terkait), hal ini menimbulkan benih perbedaan, begitu pula kata-kata dalam nash-nash (teks-teks) Hadist dan bahasa arab keseharian, oleh karena itu tidak jarang bila perselisian antara ulama-ulama Islam dalam satu masalah terjadi disebabkan oleh hal di atas, dan yang demikian itu sebenarnya bukanlah hal yang aneh dan bisa mengurangi kesucian atau keautentikan teks-teks Al-Qur'an, tapi sebaliknya.Mungkin kita juga pernah mendengar wacana kalau berjilbabmaka harus menutup dada, lalu bagaimana kalau jilbabnya berukuran kecil dan tidak panjangke dada dan lengan, apakah muslimah yang memakainya belum terhitung melaksanakan seruan perintah agama dalam Al-Qur'an itu sebab tidak ada bedanya antara dia dan wanita yang belum memakai jilbab sama sekali, apakah sama dengan wanita yang membuka auratnya (bagian badan yang wajib di tutup dan haram di lihat selain mahram). Benarkah presepsi atau pemahaman yang demikian(?). Apa seperti itu Al-Qur'an memerintahkan(?)

Jilbab

Arti kata jilbab ketika Al-Qur'an diturunkan adalah kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh wanita dan semua pakaian wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang dikatakan Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma'ani. Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan; Jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar (kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua badan. Dari atas tampaklah jelas kalau jilbab yang dikenal oleh masyarakat indonesia dengan arti atau bentuk yang sudah berubah dari arti asli jilbab itu sendiri, dan perubahan yang demikian ini adalah bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah sebab perjalanan waktu dari masa Nabi Muhammad SAW sampai sekarang atau disebabkan jarak antar tempat dan komunitas masyarakat yang berbeda yang tentu mempunyai peradaban atau kebudayaan berpakaian yang berbeda. Namun yang lebih penting ketika kita ingin memahami hukum memakai jilbab adalah kita harus memahami kata jilbab yang di maksudkan syara'(agama), Shalat lima kali bisa dikatakan wajib hukumnya kalau diartikan shalat menurut istilah syara', lain halnya bila shalat diartikan atau dimaksudkan dengan berdo'a atau mengayunkan badan seperti arti shalat dari sisi etemologinya. Allah SWT dalam Al Quran berfirman yang artinya : "Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih muda untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang. (Al-Ahzab : 59). Ayat di atas turun ketika wanita merdeka (seperti wanita-wanita sekarang) dan para budak wanita (wanita yang boleh dimiliki dan diperjual belikan) keluar bersama-sama tanpa ada suatu yang membedakan antara keduanya, sementara madinah pada masa itu masih banyak orang-orang fasiq (suka berbuat dosa) yang suka mengganggu
wanita-wanita dan ketika diperingatkan mereka (orang fasiq) itu menjawab "kami mengira mereka (wanita-wanita yang keluar) adalah para budak wanita" sehingga turunlah ayat di atas bertujuan memberi identitas yang lebih kepada wanita-wanita merdeka itu melalui pakaian jilbab. Hal ini bukan berarti Islam membolehkan untuk mengganggu budak pada masa itu,
Islam memandang wanita merdeka lebih berhak untuk diberi penghormatan yang lebih dari para budak dan sekaligus memerintahkan untuk lebih menutup badan dari penglihatan dan gangguan orang-orang fasiq sementara budak yang masih sering disibukkan dengan kerja dan membantu majikannya lebih diberi kebebasan dalam berpakaian. Ketika wanita anshar (wanita
muslimah asli Makkah yang berhijrah ke Madinah) mendengar ayat ini turun maka dengan cepat dan serempak mereka kelihatan berjalan tenang seakan burung gagak yang hitam sedang di atas kepala mereka, yakni tenang
-tidak melenggang- dan dari atas kelihatan hitam dengan jilbab hitam yang dipakainya di atas kepala mereka. Ayat ini terletak dalam Al-Qur'an setelah larangan menyakiti orang-orang mukmin yang berarti sangat selaras dengan ayat sesudahnya (ayat jilbab), sebab berjilbab paling tidak, bisa meminimalisir pandangan laki-laki kepada wanita yang diharamkan oleh agama, dan sudah menjadi fitrah manusia, dipandang dengan baik oleh orang lain adalah lebih menyenangkan hati dan tidak berorentasi pada keburukan, lain halnya apabila pandangan itu tidak baik maka tentu akan berdampak tidak baik pula bagi yang dipandang juga yang melihat, nah, kalau sekarang kita melihat kesebalikannya yaitu ketika para wanita lebih senang untuk dipandang orang lain ketimbang suaminya sendiri maka itu adalah kesalahan pada jiwa wanita yang perlu dibenarkan
sedini mungkin dan dibuang jauh jauh terlebih dahulu sebelum seorang wanita berbicara kewajiban berjilbab.

Cara memakai jilbab

Cara memaki jilbab dengan arti aslinya yaitu sebelum diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa yang baku, adalah aturan yang mana para shahabat dan ulama' berbeda pendapat ketika menafsirkan ayat Al-Qur'an di atas. Perbedaan cara memakai jilbab antara shahabat dan juga antara ulama itu disebab bagaimana idnaa'ul jilbab (melabuhkan jilbab atau melepasnya) yang ada dalam ayat itu. Ibnu Mas'ud dalam salah satu riwayat dari Ibnu Abbas menjelaskan cara yang diterangkan Al-Qur'an dengan kata idnaa' yaitu dengan menutup semua wajah kecuali satu mata
untuk melihat, sedangkan shahabat Qotadah dan riwayat Ibnu Abbas yang lain mengatakan bahwa cara memakainya yaitu dengan menutup dahi atau kening, hidung, dengan kedua mata tetap terbuka. Adapun Al-Hasan berpendapat bahwa memaki jilbab yang disebut dalam Al-Qur'an adalah dengan menutup separuh muka, beliau tidak menjelaskan bagian separuh
yang mana yang ditutup dan yang dibuka ataukah tidak menutup muka sama sekali. Dari perbedaan pemahaman shahabat seputar ayat di atas itu muncul pendapat ulama yang mewajibkan memaki niqob atau burqo' (cadar) karena semua badan wanita adalah aurat (bagian badan yang wajib ditutup) seperti Abdul Aziz bin Baz Mufti Arab Saudi, Abu Al a'la Al maududi di
Pakistan dan tidak sedikit Ulama-ulama Turky, India dan Mesir yang mewajibkan bagi wanita muslimah untuk memakai cadar yang menutup muka, Hal di atas sebagaimana yang ditulis oleh Dr.Yusuf Qardlawi dalam Fatawa Muashirah, namun beliau sendiri juga mempunyai pendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah tidak aurat yang harus ditutup di depan
laki-laki lain yang bukan mahram (laki-laki yang boleh menikahinya), beliau juga menegaskan bahwa pendapat itu bukan pendapatnya sendiri melainkan ada beberapa Ulama yang berpendapat sama, seperti Nashiruddin Al-Albani dan mayoritas Ulama-ulama Al-Azhar, Qardlawi juga berpendapat memakai niqob atau burqo' (cadar) adalah kesadaran beragama yang tinggi
yang mana bila dipaksakan kepada orang lain, maka pemaksaan itu dinilainya kurang baik, sebab wanita yang tidak menutup wajahnya dengan cadar juga mengikuti ijtihad Ulama yang kredibelitas dalam berijtihadnya dipertanggung jawabkan. Sedangkan empat Madzhab, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah dan Hanabila berpendapat bahwa wajah wanita tidaklah aurat
yang wajib ditutupi di depan laki-laki lain bila sekira tidak ditakutkan terjadi fitnah jinsiyah (godaan seksual), menggugah nafsu seks laki-laki yang melihat. Sedangkan Syafi'iyah juga ada yang berpendapat
bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat (bagian yang wajib ditutup) seperti yang ada dalam kitab Madzahibul Arba'ah, diperbolehkannya membuka telapak tangan dan wajah bagi wanita menurut mereka disebabkan wanita tidak bisa tidak tertuntut untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya baik dengan jual beli, syahadah (persaksian sebuah kasus), berdakwah kepada masyarakatnya dan lain sebagainya, yang semuanya itu tidak akan sempurnah terlaksana apabila tidak terbuka dankelihatan. Ringkasnya, para ulama Islam salafy (klasik)sampai yangmuashir (moderen) masih berselisih dalam hal tersebut di atas. Bagi muslimah boleh memilih pendapat yang menurut dia adalah yang paling benar dan autentik juga dengan mempertimbangkan hal lain yang lebih bermanfaat dan penting dibanding hanya menutup wajah yang hanya
bertujuan menghindari fitnah jinsiyah yang masih belum bisa dipastikan bahwa hal itu memang disebabkan membuka wajah dan telapak tangan saja. Imam Zamahsyari dalam Al-Kasysyaf menyebutkan cara lain memakai jilbab
menurut para ulama yaitu dengan menutup bagian atas mulai dari alis matadan memutarkan kain itu untuk menutup hidung, jadi yang kelihatan adalah kedua mata dan sekitarnya. Cara lain yaitu menutup salah satu mata dan kening dan menampakkan sebelah mata saja, cara ini lebih rapat dan lebihbisa menutupi dari pada cara yang tadi. Cara selanjutnya yang
disebutkan oleh Imam Zamahsyari adalah dengan menutup wajah, dada dan memanjangkan kain jilbab itu ke bawah, dalam hal ini jilbab haruslah panjang dan tidak cukup kalau hanya menutup kepala dan leher saja tapi harus juga dada dan badan, Cara-cara di atas adalah pendapat Ulama dalam menginterpretasikan ayat Al-Qur'an atau lebih tepatnya ketika menafsirkan kata idnaa' (melabuhkan jilbab atau melepasnya kebawah). Nah,mungkin dari sinilah muncul pendapat bahwa berjilbab atau menutup kepala harus dengan kain yang panjang dan bisa menutup dada lengan dan badan selain ada baju yang sudah menutupinya, karena jilbab menurut Ibnu Abbas adalah kain panjang yang menutup semua badan, maka bila seorang wanita muslimah hanya memaki tutup kepala yang relatif kecil ukurannya yang hanya menutup kepala saja maka dia masih belum dikatakan berjilbab dan masih berdosa karena belum sempurnah dalam berjilbab seperti yang diperintahkan agama. Namun sekali lagi menutup kepala seperti itu di atas adalah kesadaran tinggi dalam memenuhi seruan agama sebab banyak ulama yang tidak mengharuskan cara yang demikian. Kita tidak diharuskan mengikuti pendapat salah satu Ulama dan menyalahkan yang lain karena
masalah ini adalah masalah ijtihadiyah (yang mungkin salah dan mungkin benar menurut Allah SWT) yang benar menurut Allah SWT akan mendapat dua pahala, pahala ijtihad dan pahala kebenaran dalam ijtihad itu, dan bagi yang salah dalam berijtihad mendapat satu pahala yaitu pahala ijtihad itu saja, ini apabila yang berijtihad sudah memenuhi syarat-syaratnya.
Adalah sebuah kesalahan yaitu apabila kita memaksakan pendapat yang kita ikuti dan kita yakini benar kepada orang lain, apalagi sampai menyalahkan pendapat lain yang bertentangan tanpa tendensi pada argumen dalil yang kuat dalam Al-Qur'an dan Hadist atau Ijma'. Para Ulama sepakat bahwa menutup aurat cukup dengan kain yang tidak transparan sehingga warna kulit tidak tampak dari luar dan juga tidak ketat yang membentuk lekuk tubuh, sebab pakaian yang ketat atau yang transparan
demikian tidak bisa mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual)bagi laki-laki yang memandang secara sengaja atau tidak sengaja bahkan justru sebaliknya lebih merangsang terjadinya hal tersebut, atas
dasar itulah para ulama sepakat berpendapat bahwa kain atau model pakaian yang demikian itu belum bisa digunakan menutup aurat, seperti yang dikehendaki Syariat dan Maqasidnya (tujuan penetapan suatu hukum agama) yaitu menghindari fitnah jinsiyah (godaan seksual) yang di sebabkan perempuan. Selanjutnya kalau kita mengkaji sebab diturunkannya
ayat di atas yaitu ketika orang-orang fasiq mengganggu wanita-wanita merdeka dengan berdalih tidak bisa membedakan wanita-wanita merdeka itu dari wanita-wanita budak (wanita yang bisa dimiliki dan diperjual
belikan), maka kalau sebab yang demikian sudah tidak ada lagi pada masa sekarang, karena memang sedah tidak ada budak, maka itu berarti menutup dengan cara idnaa' melabuhkan ke dada dan sekitarnya agar supaya bisa dibedakan antara mereka juga sudah tidak diwajibkan lagi, adapun kalau di sana masih ada yang melakukan cara demikian dengan alasan untuk lebih
berhati-hati dan berjaga-jaga dalam mencegah terjadinya fitnah jinsiyah (godaan seksual) maka adalah itu masuk dalam katagori sunnat dan tidak sampai kepada kewajiban yang harus dilaksanakan. Namun bisa jadi ketika
jilbab sudah memasyarakat sehingga banyak wanita berjilbab terlihat di mall, pasar, kantor, kampus dan lain sebagainya, namun cara mereka sudah tidak sesuai lagi dengan yang diajarkan agama, misalnya tidak sempurna bisa menutup rambut atau dengan membuka sebagian leher. Atau ada sebab lain, misalnya berjilbab hanya mengikuti trend atau untuk memikat laki-laki yang haram baginya atau disebabkan para muslimah yang berjilbab masih sering melanggar ajaran agama di tempat-tempat umum yang demikian itu bisa mengurangi dan bahkan menghancurkan wacana keluhuran dan kesucian Islam, sehingga dibutuhkan sudah saatnya dibutuhkan kelmbali adanya pilar pembeda antara yang berjilbab dengan rasa kesadaran penuh atas perintah Allah SWT dalam Al-Qur'an dari para wanita muslimah yang hanya memakai jilbab karena hal-hal di atas tanpa memahami nilai berjilbab itu sendiri. Mungkin di saat seperti itulah memakai jilbab dengan cara melabuhkan ke dada dan sekitarnya diwajibkan
untuk mejadi pilar pembeda antara jilbab yang ngetrend dan tidak Islami dari yang berjilbab yang Islami dan ngetrend serta mengedepankan nilai jilbab dan tujuan disyariatkannya jilbab itu. Asy-Syaih Athiyah Shoqor (Ulama ternama Mesir) ketika ditanya hukum seorang wanita yang cuma mengenakan penutup kepala yang bisa menutup rambut dan leher saja tanpa memanjangkan kain penutup itu ke dada dan sekitarnya, beliau menjawab dengan membagi permasalahan menutup aurat (kepala) itu menjadi tiga :
1. Khimar (kerudung) yaitu segala bentuk penutup kepala wanita baik itu
yang panjang menutup kepala dada dan badan wanita atau yang hanya rambut
dan leher saja.
2. Niqob atau burqo' (cadar) yaitu kain penutup
wajah wanita dan ini sudah ada dan dikenal dari zaman sebelum Islam
datang seperti yang tertulis di surat kejadian dalam kitab Injil. Namun
kata beliau "ini juga kadang disebut Khimar".
3. Hijab (tutup) yaitu
semua yang dimaksudkan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya fitnah
jinsiyah (godaan seksual) baik dengan menahan pandangan, tidak mengubah
intonasi suara bicara wanita supaya terdengan lebih menarik dan
menggugah, menutup aurat dan lain sebagainya, semuanya ini dinamankan
hijab bagi wanita.

Nah untuk jilbab atau penutup kepala yang hanya menutup rambut dan leher serta tidak ada sedikitpun cela yang
menampakkan kulit wanita, maka itu adalah batas minimal dalam menutup aurat wanita. Adapun apabila melabuhkan kain penutup kepala ke bawah bagian dada dan sekitarnya maka itu termasuk hukum sunat yang tidak harus dilakukan dan dilarang untuk dipaksakan pada orang lain. Beliau juga menambahkan apabila fitnah jinsiyah itu lebih dimungkinkan dengan terbukanya wajah seorang wanita sebab terlalu cantik dan banyak mata yang memandang maka menutup wajah itu adalah wajib baginya, untuk menghindari hal yang tidak diinginkan selanjutnya, dan bila kecantikan wajah wanita itu dalam stara rata-rata atau menengah ke bawah maka menutupnya adalah sunat. Mungkin yang difatwakan oleh beliau inilah jalan keluar terbaik untuk mencapai kebenaran dan jalan tengah menempuh kesepakatan dalam masalah manutup wajah wanita dan berjilbab yang dari dulu sampai sekarang masih di persengketakan ulama tentang cara, wajib
dan tidak wajibnya.

Khimar (kerudung)

Al-Qur'an
juga datang dengan kata lain selain kata jilbab dalam mengutarakan penutup kepala sebagaimana yang termaktub dalam Surat An-Nuur : 31,
Artinya: Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan jangan menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak padanya, dan hendaklan mereka menutupkan kain kudung di dadanya… Kata Khumur dalam penggalan ayat di atas bentuk jama' (plural) dari kata Khimar yang biasa diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai kerudung yang tidak lebar dan tidak panjang, sedang kalau kita melihat arti sebenarnya ketika Al-Qur'an itu datang kepada Nabi Muhammad SAW maka Mufassirin (ulama ahli tafsir Al Quran) berbeda pendapat dan kita akan melihat sedikit reduksi atau penyempitan arti dari arti pada waktu itu. Imam Qurthubi menterjemahkan khumur secara lebih luas, yaitu semua yang menutupi kepala wanita baik itu panjang atau tidak, begitu juga dengan Imam Al-Alusiy beliau menterjemahkannya dengan kata miqna'ah yang berarti tutup kepala juga, tanpa menjelaskan bentuknya panjang atau lebarnya secara kongkrit. Ayat Al-Qur'an di atas memerintahkan untuk memanjangkan kain penutup itu ke bagian dada yang di ambil dari kata juyuub (saku-saku baju) sehingga kalau wanita hanya memakai penutup kepala tanpa memanjangkannya ke bagian dada maka dia masih belum melaksanakan perintah ayat di atas, dengan kata lain penutup kepala menurut ayat di atas haruslah panjang menutupi dada dan sekitarnya, disamping juga ada baju muslimah yang menutupinya. Namun kalau kita teliti kata juyuub lebih lanjut dan apabila kita juga melihat sebab ayat itu diturunkan maka kita akan menemukan beberapa arti ayat (pendapat) yang dikemukakan oleh mufassir yang berbeda dengan pemahaman di atas. Kata juyuub dalam ayat di atas juga dibaca jiyuub dalam tujuh bacaan Al-Qur'an yang mendapat legalitas dari umat Islam dan para Ulama dulu dan sekarang (qira'ah sab'ah), kata juyuub adalah bentuk jama'(plural) dari jaib yang berarti lubang bagian atas dari baju yang menampakkan leher dan pangkal leher. Imam Alusi menjelaskan kata jaib yang diartikan dengan lubangan untuk menaruh uang atau sejenisnya (saku baju) adalah bukan arti yang berlaku dalam pembicaraan orang arab saat Al-Qur'an turun, sebagaimana Ibnu Taimiyah juga berpendapat yang sama, Imam Alusi juga menambahkan lagi dan berkata "tetapi kalaupun diartikan dengan saku juga tidaklah salah", dari pembenaran dia bahwa arti jaib adalah saku tadi, Imam Alusiy artinya setuju kalau penutup kepala jilbab, kerudung atau yang lain adalah harus sampai menutup dada, meskipun beliau tidak mengungkapkannya dengan kata-kata yang jelas dan tegas tapi secara implisit beliau tidak menyalahkan pendapat itu. Imam Bukhari dalam kitab hadist shohihnya, beliau setuju bila kata jaib diartikan dengan lubangan baju untuk menyimpan uang atau semisalnya (saku baju) tetapi
sebaliknya Ibnu Hajar dalam Syarah Shahih Bukhariy (buku atau komentar kepada suatu karya tulis seorang pengarang kitab dengan berupa kesetujuan penjelasan atau ketidak setujuan atau menjelaskan maksud pengarang kitab aslinya) yang berjudul Fath Al-bari, Ibn Hajar menjelaskan bahwa jaib adalah potongan dari baju sebagai tempat keluarnya kepala, tangan atau yang lain.dan banyak ulama lain yang sependapat dengan Ibnu Hajar, sedangkan Al-Ismaili mengartikan jaib itu dengan lingkaran kera baju.Pembahasan arti kata jaib ini terasa penting karena letak saku baju tentu lebih di bawah dari pada kera atau lubangann leher baju, selanjutnya apakah penutup kepala yang hanya menutupi leher dan pangkal leher namun belum menutup sampai ke saku baju (yakni bagian dada) apakah sudah memenuhi perintah Allah SWT dalam ayat Al-Qur'an di atas. Dari arti jaib yang masih dipertentangkan maka arti kata Juyuub di ayat tersebut di atas juga masih belum bisa di temukan titik temunya, saku baju atau lubang kepala. Sehingga bila diartikan saku maka menutup kepala dengan jilbab atau kain kerudung tidak cukup dengan yang pendek dan atau kecil tetapi harus panjang dan lebar sehingga bisa menutupn tempat saku baju. Dan kalau juyuub dalam ayat di atas di artikan lubang baju untuk leher maka menutup kepala cukup memakai yang bisa menutup keseluruan aurat dengan sempurnah tanpa ada cela yang bisa menampakkankulit serta tidak harus di panjangkan ke dada. Namun apabila kita kembali kepada sebab diturunkannya ayat tersebut, seperti yang disebutkan dalam Lubabun Nuqul karya Imam Suyuti yaitu ketika Asma' binti Martsad sedang berada di kebun kormanya, pada saat itu datanglah wanita-wanita masuk tanpa mengenakan penutup (yang sempurna) sehingga tampaklah kaki, dada, dan ujung rambut panjang mereka, lalu berkatalah Asma', "Sungguh buruk sekali pemandangan ini", maka turunlah ayat di atas. Lebih terang Imam Qurtubi menjelaskan sebab ayat ini diturunkan yaitu karena wanita-wanita pada masa itu ketika metutup kepala maka mereka melepaskan dan membiarkan kain penutup kepala itu ke belakang punggungnya sehingga tidak menutup kepala lagi dan tampaklah leher dan dua telinga tanpa penutup di atasnya, oleh sebab itulah kemudian Allah SWT memerintahkan untuk melabuhkan kain jilbab ke dada sehingga leher dan telinga serta rambut mereka tertutupi, akan tetapi tetapi lebih lanjut Imam Qurtubi menjelaskan cara memakai tutup kepala, yaitu dengan menutupkan kain ke jaib (saku atau lubang leher) sehingga dada merekajuga ikut tertutupi. Dari kedua sebab turunnya ayat di atas maka tampaknya bisa diambil kesamaan bahwa ayat di atas turun karena aurat (dalam hal ini leher, telinga dan rambut) masih belum tertutup dengan kain kerudung, sehingga turunlah ayat di atas memerintahkan untuk menutupnya, dengan kata lain, memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke jaib (saku atau lubang leher) itu adalah cara untuk menutup aurat yang diterangkan oleh Al-Qur'an sesuai dengan keadaan wanita-wanita masa itu, artinya bila aurat sudah tertutup tanpa harus memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada maka perintah memanjangkan itu sudah tidak wajib lagi sebab memanjangkan adalah cara untuk bertujuan memuntup aurat sedang apabila tujuan yang berupa menutup aurat itu sudah tercapai tanpa memanjangkan kain itu ke dada kerana keadaan yang berbeda dan adaptasi yang tidak sama maka boleh-boleh saja. Ringkasnya jaib dengan arti lubang leher adalah tafsiran yang sesuai dengan sabab turunnya ayat di atas, dan memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada adalah tidak diwajibkan oleh ayat Al-Qur'an di atas, karena yang wajib adalah menutup aurat tanpa ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit autar wanita.

Wallahu 'alam bish shawab.

Aurat Wanita

Dari
ayat di atas pula para ulama juga berbeda pendapat tentang kaki sampai mata kaki, tangan sampai pegelangan dan wajah dari seorang wanita apakah itu termasuk aurat yang wajib di tutup atukah tidak(?) Yaitu ketika menafsirkan kata ziinah (perhiasan) bagi yang mengartikan dengan perhiasan yang khalqiyah (keidahnya tubuh) seperti kecantikan dan daya tarik seorang wanita, bagi kelompok ini termasuk Imam Al-Qaffal kata "kecuali yang tampak darinya" diartikan dengan anggota badan yang tampak dalam kebiasaan dan keseharian masyarakat seperti wajah dan telapak tangan karena menutup keduanya adalah dlorurat (keterpaksaan) yang bila diwajibkan akan bertentangan dengan agama Islam yang diturunkan penuh kemudahan bagi pemeluknya, oleh sebab itu tidak ada perbedaan pendapat dalam hal bolehnya membuka wajah dan telapak tangan (meski sebenarnya dalam madzhab syafi'i masih ada yang berbeda pendapat dalam hal ini, misalnya dalam kitab Azza Zawajir wajah dan telapak tangan wanita merdeka adalah aurat yang tidak boleh dibuka atau dilihat karena melihatnya bisa menimbulkan fitnah jinsiyah (godaan seksual), adapun di dalam shalat maka itu bukan aurat tetapi tetap haram untuk dibuka atau
dilihat). Sedangkan yang menafsirkan kata ziinah (perhiasan) dengan perhiasan yang biasa di pakai wanita, mulai dari yang wajib dipakai seperti baju, pakaian bawah yang lain yang digunakan menutup badan wanita sampai perhiasan yang hanya boleh dipakai wanita seperti pewarna kuku, pewarna telapak tangan, pewarna kulit, kalung, gelang, anting dan
lain-lain, maka mereka (mufassir) itu mengartikan kata "dengan perhiasan-perhiasan yang biasa tampak" seperti cincin, celak mata, pewarna tangan dan yang tidak mungkin untuk ditutup seperti baju, pakaian bawah bagian luar dan jilbab atau kerudung. Dan adapun telapak kaki maka tidak termasuk yang boleh di buka karena keterpaksaan untuk membukanya dianggap tidak ada, namun yang lebih shahih (benar) menurut Imam Ar-Rozi dalam tafsirnya hukum menampakkan cincin, gelang, pewarna
tangan, kuku, dan sebagainya adalah seperti hukum membuka kaki yaitu haram untuk dibuka sebab tidak ada kebutuhan yang memaksa untuk boleh membukanya menurut agama. Semua hal di atas adalah di luar waktumelaksanakan shalat dan selain wanita budak (wanita yang bisa dimilikidan diperjual belikan) yaitu wanita muslimah zaman sekarang. Adapun waktu melaksakan shalat, Madzhab Hanafi berpendapat kalau semua badan wanita adalah aurat dan termasuk di dalamnya adalah rambut yang memanjang di samping telinga kecuali telapak tangan dan bagian atas dari telapak kaki. Madzhab Syafi'i berpendapat yang sama yaitu semua anggota badan wanita ketika shalat adalah aurat yang wajib ditutup kecuali wajah telapak tangan dan telapak kaki yang dalam (yang putih). Madzhab Hambali mengecualikan wajah saja selain itu semuanya aurat termasuk telapak tangan dan kaki. Sedangkan ulama-ulama madzhab Maliki menjelaskan bahwa dalam shalat aurat laki-laki, wanita merdeka dan

budak, terbagi menjadi dua:

1. Aurat mughalladhah (berat), untuk laki-laki aurat ini adalah dua kemaluan depan dan belakang, sedangkan
bagi wanita merdeka aurat ini adalah semua badan kecuali tangan, kaki,kepala dada dan sekitarnya (bagian belakangnya).Aurat mukhaffafah (ringan), aurat ini untuk laki-laki adalah selain mugalladhah yang berada diantara pusar dan lutut, sedang untuk wanita merdeka adalah tangan, kaki, kepala, dada dan bagian belakangnya, dua lengan tangan, leher, kepala, dari lutut sampai akhir telapak kaki dan adapun wajah dan kedua telapak tangan (luar atau dalam) tidak termasuk aurat wanitadalam shalat baik yang mugalladhah atau yang mukhaffafah. Untuk wanita budak aurat ini adalah sebagaimana laki-laki namun di tambah pantat dan sekitarnya dan kemaluan, vulva dan bagian yang ditumbuhi rambut kemaluan
itu. Ulama-ulama madzhab Maliki juga menjelaskan bahwa apabilaseorang melakukan shalat dengan tidak menutup aurat mugalladhah meskipun hanya sedikit dan dia mampu menutupnya baik membeli kain penutup atau
meminjam (tidak wajib menerima penutup aurat bila penutup aurat itudiberikan dengan cara hibah pemberian murni) maka shalat yang demikian hukumnya adalah tidak sah dan batal dan apabila dia ingat kewajiban untuk menutup aurat itu maka wajib baginya untuk mengulang shalatnya ketiak dia telah siap melaksakan shalat dengan menutup auratmughalladhah itu. Sedangkan bila aurat mukhaffafah saja yang terbuka semua atau sebagiannya maka shalatnya tetap sah, tetapi di haramkan atau dimakruhkan bila mampu untuk menutup aurat itu dengan sempurnah dan apabila telah ada penutup aurat yang sempurnah maka dia di sunnatkanuntuk mengulang shalatnya (ada perincian tetacara pengulangan shalatnya (lihat madzhibul arba'ah).

Hijab

Al-Qur'an juga mengungkapkan punutup seorang wanita dengan kata hijab yang artinya penutup secara
umum, Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 58 memerintah kepada para shahabat Nabi SAW pada waktu mereka meminta suatu barang kepada istri-istri Nabi SAW untuk memintanya dari balik hijab (tutup). Artinya; Dan bila engkau meminta sesuatu (keparluan) kepada mereka (istri-istri Nabi SAW) maka mintalah dari belakang tabir,cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka… (Al-Ahzab : 58). Seperti yang diterangkan di atas, hijab lebih luas artinya dari kata jilbab atau khimar meskipuan ayat di atas adalah turun untuk para istri-istri Nabi Saw, tapi para ulama` sepakat dalam hal ini bahwa semua wanita muslimah juga termasuk dalam ayat di atas, sehingga yang di ambil adalah umumnya arti suatu lafad atau kalimat ayat Al-Qur'an, bukan sebab yang khusus untuk istri-istri Nabi saja. Ayat di atas memerintahkan pada wanita muslimahuntuk mengenakan penutup yang demikian itu adalah lebih baik untuk dirinya dan laki-laki lain yang sedang berkepentingan dengannya, adapun cara berhijab di atas adalah dengan berbagai cara yang bisa menutup aurat dan tidak bertentangan dengan maksud dari disyariatkannya pakaian penutup bagi wanita, sehingga kalau memakai pakaian yang sebaliknya bisa merangsang terjadinya keburukan maka itu bukan dan belum di namakan
berhijab atau bertutup.

Penutup

Ringkasnya

menutup aurat adalah kewajiban seorang wanita muslimah tepat ketika dia berikrar menjadi seorang muslimah, tidak ada menunda-nunda dalam memakainya dan tanpa pertimbangan apapun dengan cara yang minimal atau maksimal. Dengan tegas saya tekankan membuka kepala dan aurat selainnya adalah haram yang tidak bisa ditawar lagi kerena kewajiban itu adalah sudah ditetapkan dari pemahaman ayat-ayat Al-Qur'an. Dan sudah jelas bahwa Al-Qur'an sebagai satu-satunya yang ditinggalkan Nabi SAW kepadaumatnya yang telah dijelaskan dan didukung dengan Hadist Nabi SAW.

Wallahu 'alam bishawab
WALLAHUL HAADI ILAAS SHIRATIL MUSTAQIM


Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67
ReadmoreKecantikan Dengan Jilbab

Jilbab Tidak Sama Dengan Kerudung (Hijab)

Banyak kesalahpahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam al-Qur’an surah An-Nuur [24]: 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab [33]: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.

Kesalahpahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah.
Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat —atau menggunakan bahan tekstil yang transparan— tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.
Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.

Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.

Berkaitan dengan itu, Nabi Saw pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing —termasuk busana jilbab— sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insya Allah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi Saw:

“Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” [HR. Muslim no. 145].
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” [HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan].


2. Aurat Dan Busana Muslimah

Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda.
Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.
Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost.
Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.

a. Batasan Aurat Wanita
Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316).
Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).

Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud].

Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.


b. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus
Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur [24]: 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) [HR. Abu Dawud]. Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.
Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.
Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda:
“Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” [HR. Abu Dawud].
Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.
Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” [HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441] (Al-Albani, 2001 : 135).
Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda: “Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”

Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.

c. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum
Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.
Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.
Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.
Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.
Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.
Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 48).

Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung):
“Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).
Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab):
“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).

Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata:
“Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab: ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!’” [Muttafaqun ‘alaihi] (Al-Albani, 2001 : 82).

Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).
Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab —untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum)— maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka).
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini —yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda:
“Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” [HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih] (Al-Albani, 2001 : 89).

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah —yaitu jilbab— telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “[/i]yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina[/i]” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).

3. Penutup
Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam al-Qur’an.
Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah. [oleh : M. Shiddiq al-Jawi]



Setelah ia membaca dan memahami betul wacana diatas, ia faham bahwa ternyata menutup aurat adalah suatu kewajiban bagi setiap wanita muslim yang telah baligh (dewasa). Ia pun juga menyadari bahwa ternyata apa yang dilakukan di dunia ini kelak di hari pembalasan akan dimintai pertangungjawabannya, tak luput juga dengan pertangungjawaban menutup aurat. Seusai memahami tulisan ini ia bergegas tuk berusaha dan bersegera tuk mencari pinjaman jilbab dan kerudung.Muski sebenarnya ia masih berat untuk melakukannya, tapi inilah bentuk konsekwensi keimanan kita terhadap Allah SWT. Semoga kita bisa tetep terus istiqomah di jalan-NYA tuk menerapkan perintah-perintah Allah SWT di muka bumi ini. Aamiin

Referensi
1. Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2001. Jilbab Wanita Muslimah Menurut Al-Qur`an dan As Sunnah (Jilbab Al-Mar`ah Al-Muslimah fi Al-Kitab wa As-Sunnah). Alih Bahasa Hawin Murtadlo & Abu Sayyid Sayyaf. Cetakan ke-6. (Solo : At-Tibyan).

2.  Ar-Radd Al-Mufhim Hukum Cadar (Ar-Radd Al-Mufhim ‘Ala Man Khalafa Al-‘Ulama wa Tasyaddada wa Ta’ashshaba wa Alzama Al-Mar`ah bi Satri Wajhiha wa Kaffayha wa Awjaba). Alih Bahasa Abu Shafiya. Cetakan ke-1. (Yogyakarta : Media Hidayah). 2002.

3. Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah dalam Islam Suatu Tinjauan Syariat Islam Tentang Kehidupan Wanita. Cetakan ke-10. (Jakarta : Gema Insani Press).

4. Ali, Wan Muhammad bin Muhammad. Al-Hijab. Alih bahasa Supriyanto Abdullah. Cetakan ke-1. (Yogyakarta : Ash-Shaff).

5. Ambarwati, K.R. & M. Al-Khaththath. 2003. Jilbab Antara Trend dan Kewajiban. Cetakan Ke-1. (Jakarta : Wahyu Press).

6. Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al-Mu’jamul Wasith. Cet. 2. (Kairo : Darul Ma’arif)

7. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam. Cetakan ke-3. (Beirut : Darul Ummah).

8. Ath-Thayyibiy, Achmad Junaidi. 2003. Tata Kehidupan Wanita dalam Syariat Islam. Cetakan ke-1. (Jakarta : Wahyu Press).

9. Bin Baz, Syaikh Abdul Aziz et.al. 2000. Fatwa-Fatwa Tentang Memandang, Berkhalwat, dan Berbaurnya Pria dan Wanita (Fatawa An-Nazhar wa al-Khalwah wa Al-Ikhtilath). Alih Bahasa Team At-Tibyan. Cetakan ke-5. (Solo : At-Tibyan).

10. Taimiyyah, Ibnu. 2000. Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Sholat (Hijab Al-Mar`ah wa Libasuha fi Ash-Shalah). Ditahqiq Oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Alih Bahasa Hawin Murtadlo. Cetakan ke-2. (Solo : At-Tibyan).

11. et. al. 2002. 5 Risalah Hijab Kumpulan Fatwa-Fatwa Tentang Pakaian, Hijab, Cadar, Ikhtilath, Berjabat Tangan, dan Khalwat (Majmu’ Rasail fi Al Hijab wa As-Sufur). Alih Bahasa Muzaidi Hasbullah. Cetakan ke-1. (Solo : Pustaka Arafah).

12. Qonita, Arina. 2001. Jilbab dan Hijab. Cetakan ke-1. (Jakarta : Bina Mitra Pres)


Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67
ReadmoreJilbab Tidak Sama Dengan Kerudung (Hijab)

Tips Merawat Kulit Wajah Yang Sensitif

Seringkali seseorang mengeluh, “Kulit saya sensitif,” faktanya semua jenis kulit tidak bisa menghindar dari faktor stress external. Yang membedakan adalah kemampuannya dalam beregenerasi.

Kulit memiliki keelastisitasan yang akan mengembalikannya ke kondisi semula, yang berarti kulit memiliki daya regenerasi  alami untuk memperbaiki diri saat terjadi gangguan misalnya stress. Namun sayangnya kebanyakan orang tidak menyadari kemampuan yang dimiliki oleh kulit, dan mencoba cara-cara yang tidak natural seperti menggunakan berbagai macam kosmetika, membasuh muka hingga dua atau tiga kali, dan terobsesi dengan kosmetik yang memberi instan hingga yang ektrim dengan operasi plastik. Langkah tidak alami tersebut justru akan melemahkan daya regenerasi kulit seseorang.

Untuk mengurangi stress pada kulit dan meningkatkan daya regenarasi kulit, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah membasuh muka dengan cara yang benar. Hal ini karena membersihkan muka tidak hanya perihal membersihkan make-up, tetapi juga mengontrol kadar minyak dan kelembaban kulit.
Membasuh muka sekali lagi atau berulang kali agar kulit benar-benar bersih?

Sebagian orang seringkali masih merasa kurang bersih jika hanya membersihkan muka satu kali, dan pada akhirnya membasuh muka kembali kembali dengan lebih halus. Tanpa disadari saat kita membasuh muka untuk kedua kalinya, beberapa elemen dari sabun wajah yang digunakan justru akan merusak keseimbangan PH wajah, terutama bagian kulit yang memiliki sifat basa.
Semakin lama membasuh muka akan semakin baik?
Membasuh muka sebaiknya dilakukan selama satu atau dua menit. Apabila lebih dari itu, justru akan mengikis lapisan kulit.

Setelah membasuh kulit, cukup dengan menepukkan tangan kewajah untuk mengeringkan wajah daripada dengan menggunakan handuk?
Setelah membasuh wajah, seharusnya Anda mengeringkan wajah dengan menggunakan handuk. Sesudah membasuh wajah, wajah baru saja memperoleh kelembaban, dengan menggunakan handuk akan menjaga kelembaban supaya tidak menguap.

Saat pagi hari, cukup membersihkan wajah dengan air?
Saat membasuh muka di pagi hari, tujuan utamanya adalah untuk mengangkat minyak dan kotoran yang terakumulasi di malam hari. Memang benar membersihkan muka di pagi hari tidak perlu terlalu intense seperti sore hari atau usai beraktivitas seharian, namun membersihkan wajah hanya dengan air juga bukan cara yang efektif. Lebih baik tetap gunakan sabun wajah namun tidak terlalu banyak.

Membasuh muka secara lembut karena tidak menggunakan make-up?
Bagi Anda yang mungkin tidak menggunakan make-up selama beraktivitas seharian, bukan berarti Anda tidak perlu secara intense membersihkan wajah, justru sebaliknya. Dengan tidak menggunakan make-up wajah Anda akan lebih mudah terkena debu dan element-element berbahaya lain dari udara. Apabila element-element asing tersebut tetap menempel pada wajah, maka akan menyebabkan kulit bermasalah, apalagi kotoran pada wajah bercampur dengan keringat dan sebum.

Membersihkan wajah dengan beberapa langkah?
Membersihkan wajah dengan beberapa langkah dan menggunakan berbagai produk cleansing yang berbeda, justru akan membuat kulit kering dan iritasi. Cara sehat untuk membersihkan wajah adalah dengan menyederhanakan langkah dan memperpendek waktu membersihkan. Apalagi sekarang sudah tersedia produk pembersih multi-functional dari oriflame. 


Untuk bergabung, atau bertanya seputar Oriflame bisa hubungi Saya di

SMS : 08112242577
Email ke     : idaparida98@yahoo.co.id
Facebook  : http://www.facebook.com/idaparida67




ReadmoreTips Merawat Kulit Wajah Yang Sensitif